Kamis, 26 November 2015

Egosentris Kesukuan di Indonesia



MAKALAH  ILMU SOSIAL DASAR  
Egosentris Kesukuan di Indonesia

Disusun oleh :
Nama :  Nico Wijaya
NPM : 15315050
Kelas : 1TA07
Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan
S1 - Jurusan Teknik Sipil
Dosen : Bpk. EMILIANSHAH BANOWO
Universitas Gunadarma
2015




KATA PENGANTAR

           
Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia yang tiada henti-hentinya sehingga penulis masih diberi kesempatan untuk dapat menyelesaikan makalah Ilmu Budaya Dasar tentang pentingnya Egosentris Kesukuan di Indonesia   sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Shalawat serta salam kita senantiasa curahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat.
Dalam makalah ini, penyusun mencoba memaparkan bagaimana pentingnya peran keikutsertaan Univeristas Gunadarma dalam pelestariaan budaya. Dan kita sebagai Mahasiswa yang berada dalam lingkungan Universitas Gunadarma harus dapat ikut serta dalam upaya untuk melestarikan nilai-nilai budaya bangsa. Dengan demikian maka kebudayaan bangsa indonesia akan lebih kuat lagi , bukan hanya di mata bangsa sendiri tetapi di mata dunia.
 Makalah ini mungkin masih banyak kekurangan baik dari segi tulisan maupun materi. Untuk itu, saran dan kritik yang bersifat membangun senantiasa penyusun terima dengan hati terbuka. Semoga tulisan dari makalah ini dapat memberikan manfaat kepada pembacanya.
Akhir kata penyusun mengucapkan terima kasih kepada segenap rekan semua yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Semoga Allah SWT senantiasa memberkahi kita semua.

    








DAFTAR ISI

Pernyataan………..................................................................          i
Kata Pengantar………….......................................................          ii
Daftar Isi….............................................................................         iii

Bab 1 Pendahuluan                                                                                                             

1.1 Latar Belakang......................................................................          1
1.2 Tujuan...................................................................................          2

Bab 2 Pembahasan

2.1  Pengertian kesukuan bangsa ……………………………………  3
2.2  Konsep terbentuknya asal mula Kesukuan di Indonesia ……….  4
2.3  Ciri – Ciri Kesukuan Di Indonesia …………..............................  5 
2.4  Suku Bangsa di Indonesia dal perspekif sejarah ……………….  6
2.5  Proses terjadinya Kesukuan Indonesia …………………………10
2.6  Asal-usul kesukuan di Indonesia………………………………. 11

Bab 3 Kesimpulan                                                                               
1.Kesimpulan.......................................................................               12
2.Saran  ………....................................................................              12







   

       Bab  I
                                                             Pendahuluan

1.      Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam dan memiliki keberagaman suku,agama,ras,budaya dan bahasa daerah. Indonesia meliliki lebih dari 300 suku bangsa. Dimana setiap suku bangsa memiliki kebudayaan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain.asuku bangsa merupakan bagian dari suatu negara. Dalam setiap suku bangsa terdapat kebudayaan yang berbeda-beda.selain itu masing-masing suku bangsa juga memiliki norma sosial yang mengikat masyarakat di dalamnya agar ta’at dan melakukan segala yang tertera didalamnya. Setiap suku bangsa di indonesia memiliki norma-norma sosial yang berbeda-beda. Dalam hal cara pandang terhadap suatu masalah atau tingkah laku memiliki perbedaan. Ketika terjadi pertentangan antar individu atau masyarakat yang berlatar belakang suku bangsa yang berbeda,mereka akan mengelompok menurut asal-usul daerah dan suku bangsanya (primodialisme). Itu menyebabkan pertentangan\ketidakseimbangan dalam suatu negara(disintegrasi).Secara umum, kompleksitas masyarakat majemuk tidak hanya ditandai oleh perbedaan-perbedaan horisontal, seperti yang lazim kita jumpai pada perbedaan suku, ras, bahasa, adat-istiadat, dan agama. Namun, juga terdapat perbedaan vertikal, berupa capaian yang diperoleh melalui prestasi (achievement). Indikasi perbedaan-perbedaan tersebut tampak dalam strata sosial ekonomi, posisi politik, tingkat pendidikan, kualitas pekerjaan dan kondisi permukiman.


Sedangkan perbedaan horisontal diterima sebagai warisan, yang diketahui kemudian bukan faktor utama dalam insiden kerusuhan sosial yang melibatkan antarsuku. Suku tertentu bukan dilahirkan untuk memusuhi suku lainnya. Bahkan tidak pernah terungkap dalam doktrin ajaran mana pun di Indonesia yang secara absolut menanamkan permusuhan etnik.
Sementara itu, dari perbedaan-perbedaan vertikal, terdapat beberapa hal yang berpotensi sebagai sumber konflik, antara lain perebutan sumberdaya, alat-alat produksi dan akses ekonomi lainnya. Selain itu juga benturan-benturan kepentingan kekuasaan, politik dan ideologi, serta perluasan batas-batas identitas sosial budaya dari sekelompok etnik. Untuk menghindari diperlukan adanya konsolidasi antar masyarakat yang mengalami perbedaan. Tetapi tidak semua bisa teratasi hanya dengan hal tersebut. Untuk menuju integritas nasional yaitu keseimbangan antar suku bangsa diperlukan toleransi antar masyarakat yang berbeda asal-usul kedaerahan. Selain itu faktor sejarah lah yang mempersatukan ratusan suku bangsa ini. Mereka merasa mempunyai nasib dan kenyataan yang sama di masa lalu. Kita mempunyai semboyan Bhineka Tunggal Ika. Yaitu walaupun memiliki banyak perbedaan,tetapi memiliki tujuan hidup yang sama. Selain itu, Atas uraian-uraian tersebut kami mempunyai ide untuk membuat makalah yang berjudul Dalam hal ini kami ingin menguak sisi positif dalam memulai usaha di bidang perbukuan.

                                                1




2.     Rumusan Masalah

A.  Bagaimana proses terjadinya keragaman kesukuan  bangsa Indonesia ?
B.   Apa pengertian kesukuan bangsa ?
C.   Apa saja ciri-ciri suku bangsa ?






3.     Tujuan

1.      Memenuhi tugas mata kuliah ilmu social dasar
2.      Untuk mengetahui asal-usul kesukuan di Indonesia .
3.      Memberikan pemahaman tentang asal mula suku bangsa.
4.      Untuk mengetahui konsep terbentuknya asal mula suku bangsa.
5.      Untuk mengetahui ciri-ciri kesukuan di Indonesia .
6.      Untuk mengetahui kesukuan di Indonesia dalam perspektif sejarah.
7.      Untuk mengetahui Proses terjadinya keragaman kesukuan Indonesia.









                                                                      
              BAB II
PEMBAHASAN
2. 1. pengertian kesukuan bangsa
Suku bangsa atau kelompok etnik adalah suatu golongan manusia yang anggota-anggotanya mengidentifikasikan dirinya dengan sesamanya, biasanya berdasarkan garis keturunan yang dianggap sama.Identitas suku ditandai oleh pengakuan dari orang lain akan ciri khas kelompok tersebut seperti kesamaan budayabahasaagamaperilaku, dan ciri-ciri biologis.

Menurut pertemuan internasional tentang tantangan-tantangan dalam mengukur dunia etnis pada tahun 1992, "Etnisitas adalah sebuah faktor fundamental dalam kehidupan manusia. Ini adalah sebuah gejala yang terkandung dalam pengalaman manusia" meskipun definisi ini seringkali mudah diubah-ubah.Yang lain, seperti antropolog Fredrik Barth dan Eric Wolf, menganggap etnisitas sebagai hasil interaksi, dan bukan sifat-sifat hakiki sebuah kelompok. Proses-proses yang melahirkan identifikasi seperti itu disebut etnogenesis. Secara keseluruhan, para anggota dari sebuah kelompok suku bangsa mengklaim kesinambungan budaya melintasi waktu, meskipun para sejarawan dan antropolog telah mendokumentasikan bahwa banyak dari nilai-nilai, praktik-praktik, dan norma-norma yang dianggap menunjukkan kesinambungan dengan masa lalu itu pada dasarnya adalah temuan yang relatif baru.

Pengertian suku bangsa dengan simpel adalah kelompok spesifik yang mempunyai kesamaan latar belakang. Selanjutnya diterangkan bahwa pengertian suku bangsa, atau kelompok etnik adalah perkumpulan orang yang mempunyai latar belakang budaya, bahasa, rutinitas, style hidup, dan ciri-ciri fisik yang sama. Masing-masing mereka mengidentifikasikan diri pada satu dengan yang lain.Eksistensi satu suku akan diakui bila telah memperoleh pengakuan dari masyarakat yang ada di luar suku itu sendiri. Proses terciptanya sesuatu suku dinamakan etnogenesis. Sistem pengaturan yang dianut oleh sebagian besar suku bangsa di indonesia adalah sistem menurut garis keturunan bapak, ibu, atau apalagi keduanya.

Pokok perhatian dari suatu deskripsi etnografi adalah kebudayaan-kebudayaan dengan corak khas seperti itu, istilah etnografi untuk suatu kebudayaan dengan corak khas adalah “suku bangsa” (dalam bahasa inggris disebut athnic group dan bila diterjemahkan secara harfiah “kelompok etnik”). Namun di sini digunakan istilah “suku bangsa” saja karena sifat kesatuan dari suku bangsa bukan “kelompok”, melainkan “golongan”.

Suku bangsa menurut Barth (Dahrum Usman dalam topcities.com/etnokonflik.htm) adalah sebuah pengorganisasian social mengenai jatidiri yang askriptif dimana anggota suku bangsa mengaku sebagai anggota suatu suku bangsa karena dilahirkan oleh orang tua dari suku bangsa tertentu atau dilahirkan dari daerah tertentu. Menurut Koentjaraningrat, suku bangsa adalah kelompok manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas kesatuan kebudayaan sedangkan kesadaran dan identitas tadi seringkali dikuatkan oleh kesatuan bahasa.




2. 2.  Konsep terbentuknya asal mula Kesukuan di Indonesia

           
            Setiap kebudayaan yang hidup dalam suatu masyarakat baik berwujud sebagai komunitas desa, kota, sebagai kekerabatan, atau kelompok adat yang lain, bisa menampilkan suatu corak khas yang terutama terlihat oleh orang di luar warga masyarakat bersangkutan. Seorang warga dari suatu kebudayaan yang telah hidup dari hari ke hari di dalam lingkungan kebudayaannya biasanya tidak melihat lagi corak khas itu. Sebaliknya, terhadap kebudayaannya biasanya tidak terlihat corak khasnya, terutama mengenai unsur-unsur yang berbeda mencolok dengan kebudayaan sendiri.

Corak khas dari suatu kebudayaan bisa tampil karena kebudayaan fisik dengan bentuk khusus, atau karena di antara pranata-pranatanya ada fisik dengan bentuk khusus, atau dapat juga karena warganya menganut suatu tema budaya khusus. Sebaliknya, corak khas tadi juga dapat disebabkan karena adanya kompleks unsur-unsur yang lebih besar. Berdasarkan atas corak khusus tadi, suatu kebudayaan dapat dibedakan dari kebudayaan.

Konsep yang tercakup dalam istilah “suku bangsa” adalah suatu golongan manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas akan “kesatuan kebudayaan”, sedangkan kesadaran dan identitas tadi sering kali (tetapi tidak selalu) dikuatkan oleh kesatuan bahasa juga. Jadi, “kesatuan kebudayaan” bukan suatu hal yang ditentukan oleh orang luar (misalnya oleh seorang ahli antropologi, ahli kebudayaan, atau lainnya, dengan metode analisis ilmiah), melainkan oleh warga kebudayaan bersangkutan itu sendiri. Dengan demikian, kebudayaan Sunda merupakan suatu kesatuan, bukan karena ada peneliti-peneliti yang secara etnografi telah menetukan bahwa kebudayaan Sunda itu suatu kebudayaan tersendiri yang berada dari kebudayaan Jawa, Banten, atau Bali, melainkan karena orang Sunda sendiri sadar bahwa kebudayaan Sunda mempunyai kepribadian dan identitas khusus, berbeda dengan kebudayaan-kebudayaan tetangganya itu. Apalagi adanya bahasa Sunda yang berbeda dengan bahasa Jawa atau Bali lebih mempertinggi kesadaran akan kepribadian khusus tadi.

Dalam kenyataan, konsep “suku bangsa “ lebih kompleks daripada yang terurai di atas. Ini disebabkan karena dalam kenyataan, batas dari kebudayaan itu dapat meluas atau menyempit, tergantung pada keadaan. Misalnya, penduduk Pulau Flores di Nusa Tenggara tersendiri dari beberapa suku bangsa yang khusus, dan menurut kesadaran orang flores itu sendiri, yaitu orang Manggarai, Ngada, Sikka, Riung, Nage-Keo, Ende, dan Laratuka. Kepribadian khas dari tiap suku bangsa tersebut dikuatkan pula oleh bahasa-bahasa khusus yaitu bahasa Manggarai, bahasa Ngada, bahasa Sikka, bahasa Ende dan sebagainya, yang jelas berbeda dan tidak dimengerti yang lain. Walaupun demikian, kalau orang flores dari berbagai suku bangsa itu tadi berada di jakarta misalnya, dimana mereka harus hidup berkonfrontasi dengan golongan atau kelompok lain lebih besar dalam kekejaman perjuangan hidup di suatu kota besar, mereka akan merasa bersatu sebagai Putra Flores, dan tidak sebagai orang Sikka, orang Ngada, atau orang Laratuka. Demikian pula penduduk Irian Jaya yang di Irian Jaya yang di irian jaya sendiri sebenarnya merasakan diri orang Sentani, orang Marindanim, orang Serui, orang Kapauku, orang Moni dan sebagainya, akan merasa diri mereka sebagai Putra Irian Jaya apabila mereka ke luar dari Irian Jaya. Dalam penggolongan politik atau administratif di tingkat nasional tentu lebih praktis memakai penggolongan suku bangsa secara terakhir tadi, yang sifatnya lebih luas dan lebih kasar, tetapi dalam analisis ilmiah secara antropologi kita sebaiknya memakai konsep suku bangsa dalam arti sempit.Mengenai pemaikaian suku bangsa sebaiknya selalu memakainya secara lengkap, dan agar tidak hanya mempergunakan istilah singkata “suku” saja.
Deskripsi mengenai kebudayaan suatu bangsa biasanya merupakan idi dari sebuah karangan etnografi. Namun karena ada suku bangsa yang besar sekali, terdiri dari berjuta-juta penduduk (seperti suku bangsa Sunda), maka ahli antropologi yang membuat sebuah karangan etnografi sudah tentu tidak dapat mencakup keseluruhan dari suku bangsa besar itu dalam deskripsinya. Umumnya ia hanya melukiskan sebagian dari kebudayaan suku bangsa itu. Etnografi tentang kebudayaan Sunda misalnya hanya akan terbatas pada kebudayaan Sunda dalam suatu daerah logat Sunda yang tertentu, kebudayaan sunda dalam suatu kebupaten tertentu, kebudayaan sunda di pegungungan atau kebudayaan Sunda di pantai, atau kebudayaan Sunda dalam suatu lapisan sosial tertentu dan sebagainya.

A.      Sistem garis keturunan
Sistem garis keturunan bapak biasa disebut patrilineal, layaknya yang terjadi pada suku Batak di sumatera utara. Untuk sistem ketentuan yang menarik garis keturunan dari pihak ibu atau wanita disebut matrilineal, suku yang berpedoman sistem tersebut adalah suku Minang, yang ada di sumatera barat. Adapun untuk sistem ketentuan dari kedua belah pihak kelihatannya adalah sistem yang sangat banyak dianut oleh suku-suku yang ada di indonesia, di antaranya adalah suku Jawa.

Jumlah suku bangsa yang ada di Indonesia amatlah banyak. Total keseluruhan meraih beberapa ratus suku bangsa. Suku bangsa tersebut tersebar di seluruh Indonesia. Masing-masing suku bangsa menawarkan lebih dari satu kekhasannya, layaknya keeksotisan yang dimiliki oleh suku bangsa Indonesia yang ada di tempat timur Indonesia. 

B. Percampuran suku bangsa

Keanekaragaman suku bangsa di Indonesia makin lengkap sebab adanya lebih dari satu pencampuran ras dan etnis asli suku bangsa Indonesia dengan beraneka suku bangsa di negara lain.
Umpamanya saja pencampuran pada masyarakat asli suku bangsa Indonesia dengan suku bangsa Tionghoa, atau pencampuran masyarakat asli suku bangsa Indonesia dengan masyarakat dataran Eropa. Pencampuran dua suku bangsa tersebut sesudah itu menyebabkan lebih dari satu istilah baru, layaknya istilah “orang indo”.

Suku bangsa yang memiliki jumlah penduduk sangat banyak di indonesia ada di pulau Jawa. Layaknya suku bangsa Jawa dan Sunda. Perbedaan pada suku bangsa yang ada di Indonesia justru lebih mengeratkan jalinan diantara masyarakatnya.



                                                                        



2.3 Ciri – Ciri Kesukuan Di Indonesia          
Gejala sosial yang tidak terlihat secara nyata di dalam kehidupan sehari-hari tetapi yang mendasar dan mendalam di dalam kehidupan masyarakat Indonesia dapat dilihat melalui suku bangsa. Melalui suku bangsa inilah sebuah prinsip yang dikembangkan anggotanya mempunyai kekuatan social yang tidak bisa ditawar ataupun dibendung.Suku bangsa adalah golongan sosial yang dibedakan dari golongan sosial lainnya karena mempunyai ciri-ciri paling mendasar dan umum berkaitan dengan asal usul dan tempat asal serta kebudayaannya.

Adapun ciri-ciri suku bangsa adalah:

a.       Secara tertutup berkembang biak dalam kelompoknya.

Memiliki nilai-nilai dasar yang terwujud dan tercermin dalam kebudayaan.
Mewujudkan arena komunikasi dan interaksi.
Mempunyai anggota yang mengenali dirinya serta dikenal oleh orang lain sebagai bagian dari satu kategori yang dibedakan dengan yang lain.

Etika seseorang yang menjadi bagian dari suku bangsa tertentu mengadakan interaksi maka akan nampak adanya simbol-simbol atau karakter khusus yang digunakan untuk mengekspresikan perilakunya sesuai dengan karakteristik suku bangsanya. Misalnya, ciri-ciri fisik atau rasial, gerakan-gerakan tubuh atau muka, ungkapan-ungkapan kebudayaan, nilai-nilai budaya serta keyakinan keagamaan. Seseorang yang dilahirkan dalam keluarga suatu suku bangsa maka sejak dilahirkannya mau tidak mau harus hidup dengan berpedoman pada kebudayaan suku bangsanya sebagaimana yang digunakan oleh orangtua dan keluarganya dalam merawat dan mendidiknya sehingga menjadi manusia sesuai dengan konsepsi kebudayaannya tersebut.Menurut R Narol (Budhisantosa dalam www.pk.ut.ac.id/jsi/Ibuhdi.htm), kriteria untuk menetukan suatu bangsa adalah adanya kesatuan masyarakat seperti:

a.    Daerahnya dibatasi oleh satu desa atau lebih.
b.   Daerahnya dibatasi oleh batas-batas tertentu secara politis dan administratif.
c.    Batas daerahnya ditentukan oleh rasa identitas penduduknya sendiri.
d.   Warganya memiliki satu bahasa atau satu logat bahasa.
e.    Penduduknya menempati suatu wilayah geografis tertentu.
f.    Keadaan daerahnya ditentukan oleh kesatuan ekologi.
g.   Anggota-anggotanya mempunyai pengalaman sejarah yang sama.
h.   Frekuensi interaksi sesama anggota masyarakatnya tinggi.
i.     Susunan sosialnya seragam.







                                                                        



2.4 Suku Bangsa di Indonesia dal perspekif sejarah

Indonesia adalah sebuah masyarakat bangsa yang terdiri dari berbagai etnik dengan kekayaan budayanya yang beragam. Terbentuknya bangsa Indonesia melalui sebuah proses dari perjuangan panjang dalam membebaskan diri dari penjajahan, proses tersebut tidak terhenti ketika bentuk negara diproklamirkan sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada tanggal 17 Agustus 1945. Para pendiri bangsa ini juga menyadari bahwa terbentuknya sebuah negara bangsa atau nation-state yang diberi nama Indonesia itu dibangun di atas keanekaragaman.

Bangsa Indonesia yang terbentuk dari keragaman budaya dan berlandaskan prinsip persatuan dan kesatuan. Sejumlah kelompok etnik bergabung dan menyatukan diri untuk membentuk suatu negara dan bangsa kesatuan. Semangat nasionalisme didasari atas gagasan persatuan, penghargaan terhadap ikatan-ikatan primordial dianggap sebagai sesuatu yang perlu dan positif, karena ikatan itu memberikan rasa berakar dalam kebudayaannya sendiri yang pada gilirannya sebagai akar budaya bersama.

Keanekaragaman kebudayaan Indonesia itu disebabkan oleh sifat kenusantaraan negara Indonesia yang memisahkan suku-suku bangsa secara geografis, sehingga mengalami pertumbuhan yang berbeda-beda dimana setiap suku bangsa membentuk identitas budayanya sendiri-sendiri. Keanekaragaman budaya juga disebabkan oleh pengaruh kebudayaan luar yang secara bergelombang memasuki wilayah nusantara yang terletak di lalu lintas dunia yang strategis. Keanekaragaman tersebut pada satu sisi merupakan faktor positif yang mengandung kekayaan potensi kultural sehingga dapat dimanfaatkan sebagai potensi pembangunan, namun disisi lain juga dapat menjadi faktor yang menghambat pembangunan dengan potensi konfliknya.   

Pada saat munculnya semangat kebangsaan, maka menguatlah keinginan untuk menggunakan nama pengenal bagi identitas kebangsaan yang sedang tumbuh. Maka nama “Indonesia” yang sudah cukup lama tersimpan dalam khasanah antropologi (James Richarson Logan dari Inggris tahun 1850 dan Adolf Bastian dari Jerman tahun 1884), mulai sering muncul dalam wacana kaum nasionalis. Dalam makna politisnya, para pelajar dan mahasiswa di Negeri Belanda yang berasal dari kawasan Nusantara ini pada tahun 1917 menggunakan nama “Indonesia” untuk organisasi mereka “ Indonesisch Verbond van Studerenden”. Ketika diasingkan di Negeri Belanda, Ki Hajar Dewantara pada tahun 1918 di Den Haag mendirikan “Indonesisch Perbureu” (Kantor Berita Indonesia). Nama Indonesia untuk bangsa muda yang sedang dibangun dengan penuh semangat itu digunakan Bung Hatta di Negeri Belanda dalam pledoinya “ Indonesia Merdeka” (Indonesie Vrij) bulan Maret 1928. Kemudian dikukuhkan dalam salah satu peristiwa yang amat menentukan bagi sejarah kita yaitu Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928. Dikobarkan lagi oleh Bung Karno dalam Pidato “ Indonesia Menggugat” (Indonesie Klag An), tahun 1930 (Nurcholis Madjid, 2004 : 35).
                                               
                                                           
Indonesia merupakan hasil rumusan bersama atau dialog para pelajar/mahasiswa atau orang-orang cerdas, terdidik dan tercerahkan (Anhar Gonggong : 2007).Sebagai sebuah ikatan kebangsaan, entitas Indonesia tidak pernah ada sebelumnya dan baru muncul pada abad ke-20, serta mencapai puncaknya ketika sebuah bangsa dan negara baru diproklamirkan pada tahun 1945. Sejak saat itu semua penduduk yang ada di bekas wilayah Hindia Belanda itu kemudian menyebut diri mereka, atau disebut sebagai bangsa Indonesia. Secara perlahan-lahan baik melalui proses alami maupun produk dari rekayasa sosial-politik, Indonesia tidak lagi hanya dipahami sebagai identitas politis melainkan telah berkembang juga sebagai identitas sosiologis dan kultural.

Pada  hakikatnya  faktor  utama  keberhasilan  integrasi nasional  tahun  1950  adalah  karena  kesamaan  tujuan,  yaitu membebaskan  diri  dari  penjajahan  dan  kesamaan  cita-cita untuk  membangun  masyarakat  baru  yang  lebih  sejahtera. Untuk  itu  semua  suku  dan  golongan  bersedia  menyatukan persamaan-persamaan  dan  melupakan  perbedaan-perbedaar.
Dengan  kata  lain  faktor  tunggal  ika  lebih dikedepankan  daripada  faktor  bhinneka.  Ketika 

integrasi nasional  tercapai  dan  bang 53  Indonesia  akan  membangun masyarakat  baru;  terjadi  persaingan  antara  kekuatan-kekuatan  persatuan  (tunggal  ika)  yang  berhadapari dengan  kekuatan-kekuatan  perbedaan  (bhinneka). Artinya, kepentingan  bangsa  sebagai  keseluruhan,  yang  diwakili pemerintah  Pusat,  berhadapan  dengan  kepentingan subbangsa  didaerah,  dengan  kekhususan  dan  identitas masing-masing. 
Semuanya beraneka ragam, namun hakekatnya satu jua, sebab tidak ada jalan kebaktian atau kebaikan yang mendua tujuan “Bhineka Tunggal Ika, Tan Hana Dharma Mangroa”. Walaupun begitu, perbedaan relatif tidak mungkin dihapuskan, dan perpaduan pola budaya pesisir dan pedalaman itu tetap mempengaruhi bangsa Indonesia secara keseluruhan.

Negara-bangsa adalah negara untuk seluruh umat, yang didirikan berdasarkan kesepakatan bersama yang menghasilkan kontraktual dan transaksional terbuka antara pihak-pihak yang mengadakan kesepakatan tersebut. Tujuan negara-bangsa adalah mewujudkan maslahat umum (dalam pandangan negara disebut salaf padanan pengertian dari general welfare) suatu konsep tentang kebaikan yang meliputi seluruh warga negara tanpa kecuali (Nurcholis Madjid, 2004 : 42-43). Sedangkan menurut Benedict Anderson, bangsa adalah merupakan suatu “komunitas terbayang”. Para anggota bangsa terkecil sekalipun tidak bakal tahu dan takkan kenal sebagian besar anggota yang lain, tidak akan bertatap muka dengan mereka. Hal terpenting dalam tetap berdirinya sebuah bangsa adalah adanya perasaan kebersamaan dan persaudaraan sebagai anggota komunitas bangsa tersebut (Benedict Anderson, 2001 : 8).

Demikian juga bangsa Indonesia yang dibangun di atas perbedaan karena para warga bangsanya mendiami berbagai pulau yang dipisahkan baik besar maupun kecil. Hubungan antar pulau selalu tidak mudah sehingga masing-masing pulau sedikit banyak terisolasi satu dengan yang lainnya, hal tersebut mendorong tumbuhnya ciri-ciri kesukuan, kebahasaan dan kebudayaan yang berbeda-beda. Bahkan dalam pulau besarpun pola kesukuan dan kebudayaan yang berbeda-beda terdorong muncul dengan sifat khas masing-masing menurut lingkungannya.

                                                                                      
Keanekaragaman budayadalam suatu bangsa itu dari satu sisi adalah kekayaan, tetapi dari sisi lain adalah kerawanan. Sebagai kekayaan, keanekaragaman budaya dapat dibandingkan dengan keanekaragaman nabati. Keanekaragaman itu dapat menjadi sumber pengembangan budaya hibrida yang kaya dan tangguh , melalui penyuburan silang budaya (cros-cultural fertilization). Berbagai bentuk penyuburan silang budaya telah terjadi, tetapi pada umumnya merupakan hal-hal ‘kebetulan” sebagai akibat sampingan interaksi perdagangan regional yang ditunjang oleh kekuasaan politik. Peranan kekuasaan – kekuasaan besar seperti Sriwijaya, Majapahit dan Aceh penting sekali dalam proses penyuburan silang budaya di Nusantara. Pengaruh silang itu dapat dikenali pada adanya unsur-unsur kosmopolit dan universal dalam banyak segi budaya umum kawasan nusantara.

Sebagai kerawanan, keanekaragaman budaya melemahkan kohesi antar suku dan pulau. Karena itu wilayah nusantara akan rentan terhadap penaklukan dan penjajahan dari luar. Usaha penguatan kohesi beberapa bagian atau seluruh Nusantara melalui penyatuan dalam kekuasaan politik tunggal pernah beberapa kali terjadi seperti oleh kerajaan-kerajaan Sriwijaya, Majapahit dan Aceh. Tetapi usaha–usaha itu menghasilkan suatu penyatuan wilayah yang tidak persis sama dengan wilayah Indonesia modern sekarang. Di satu sisi hasil penyatuan itu lebih kecil daripada Indonesia sekarang, karena tidak mencakup seluruh wilayah dari Sabang sampai Merauke. Disisi lain, hasil penyatuan itu lebih besar daipada wilayah Indonesia sekarang ini, karena mencakup pula wilayah-wilayah di luar lingkungan Sabang-Merauke, seperti Semenanjung Melayu, Kalimantan Utara, Mindanao, bahkan sampai ke pulau Formusa dan Madagaskar.

Sejumlah kecil orang India, Arab, dan Tionghoa telah datang dan menghuni beberapa tempat di Nusantara sejak dahulu kala pada zaman kerajaan kuno. Akan tetapi gelombang imigrasi semakin pesat pada masa kolonial. (Wikipedia : website) Terbentuklah kelompok suku bangsa pendatang yang terutama tinggal di perkotaan dan terbentuk pada masa kolonial Hindia Belanda, yaitu digolongkan dalam kelompok Timur Asing; seperti keturunan Tionghoa, Arab, dan India; serta golongan Orang Indo atau Eurasia yaitu percampuran Indonesia dan Eropa. Warga keturunan Indo kolonial semakin berkurang di Indonesia akibat Perang Dunia II dan Revolusi Kemerdekaan Indonesia. Kebanyakan beremigrasi atau repatriasi ke luar negeri seperti ke Belanda atau negara lain.

Negara kemudian cenderung memaksakan hegemoni tertentu yang diambil dari etnik atau etnik-etnik tertentu sebagai sebuah nilai tunggal yang harus dipatuhi oleh kelompok dan komunitas lain atas bangsa. Kelompok dan komunitas lain mersakan diri sebagai minoritas atau kelompok yang tertindas. Sebagai reaksi, kelompok atau komunitas ini menuntut kesetaraan politik, pembagian keuntungan ekonomi dan hak yang lebih besar, atau bahkan negara yang terpisah dan bangsa yang merdeka, akibatnya konflik identitas tidak dapat dihindari.

Pada masa Orde Baru ada kecenderungan seperti di atas, hal tersebut dapat dilihat suatu keinginan kuat untuk menyeragamkan kehidupan nasional, khususnya bidang politik dan pemerintahan. Sistem-sistem pemerintahan daerah berangsur-angsur digiring untuk menerapkan sistem yang seragam dengan mengikuti model etnik tertentu dalam hal ini yang ada di Jawa. Ditambah dengan tipisnya kadar keadilan dalam pembagian kembali kekayaan nasional, khususnya kekayaan yang datang dari daerah bersangkutan, pergolakan daerah mudah sekali berkembang menjadi perlawanan untuk memisahkan diri (sparatisme) dan itu sangat mengganggu integritas Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sentralisasi kekuasaan yang didukung oleh militer demi stabilitas yang berlebihan telah menumbuhkan bibit-bibit disintegrasi bangsa dan erosi kesadaran nasional sehingga muncul kasus-kasus pergolakan daerah seperti di Aceh, Maluku, Papua dan Riau. Gejala itu merupakan ancaman pada kedaulatan dan memicu maraknya krisis nasional yang multidimensional.

Berkenaan dengan hal di atas, tindakan yang terbaik ialah kembali memahami dan konsisten terhadap semangat motto negara kita, Bhineka Tunggal Ika. Karena itu kita harus menghargai pola-pola budaya daerah dan mengakui hak masing-masing untuk mengembangkan budaya mereka. Kita harus menerima kebhinekaan sebagai kekayaan, dan serentak dengan itu kita memelihara keekaan berdasarkan kepentingan bersama secara nasional. Kita harus memandang budaya daerah sejalan dengan nilai-nilai kemanusiaan sebagai perwujudan kearifan lokal yang harus dijaga keutuhan dan kelestariannya. Dalam hal ini, tidak satupun budaya daerah yang terkecualikan. Semuanya itu merupakan inti dari semangat sebenarnya ungkapan Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangroa, budaya-budaya daerah harus ditempatkan dengan penuh penghargaan begitu rupa sehingga tetap memperoleh pengakuan yang sah sebagai bentuk–bentuk kearifan lokal yang memperkaya budaya dan kearifan nasional. Hal tersebut sesuai dengan paham Multikulturalisme yaitu sebuah pemahaman, penghargaan dan penilaian atas budaya seseorang, serta sebuah penghormatan tentang budaya orang atau etnis lain.

Dalam perspektif sejarah, bangsa Indonesia dibangun atas kebersamaan dan kesadaran diantara bagian-bagian yang berbeda atau terpisah-pisah ke dalam suatu kesatuan , dari loyalitas regional, etnis, bahasa, budaya, dan religius. Keanekaragaman tersebut pada masa lalu telah diungkapkan dengan sesanti “Bhineka Tunggal Ika” hal tersebut dimaksudkan sebagai pengakuan positif kepada keanekaragaman yang ada. Kesuksesan Indonesia sebagai “bangsa” dalam pengertian keberhasilannya muncul diantara bangsa-bangsa di dunia didahului dengan perjuangan yang sangat panjang dan membutuhkan pengorbanan. Perjuangan panjang tersebut mencapai puncaknya ketika bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, namun perjuangan tersebut tidak berhenti sampai disitu. Tantangan dan ancaman terus ada didepan kita, mulai dari krisis ekonomi, konflik, sparatisme yang semuanya itu mengancam kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Indonesia dibangun di atas berbagai keanekaragaman, dalam keaneka ragaman budaya dari satu sisi merupakan sebuah kekayaan manakala bisa saling memahami dan saling menghargai sebagaimana paham multikulturalisme yaitu sebuah penghormatan dan keingintahuan tentang budaya orang lain. Sebagai sebuah kerawanan, keanekaragaman budaya melemahkan kohesi antar suku dan pulau. Kecenderungan kuat untuk melakukan penyeragaman dengan implikasi pemaksaan dari atas justru menimbulkan perasaan tidak puas dari daerah terhadap pusat, hal tersebut bisa menimbulkan berbagai konflik , kerusuhan maupun sparatisme.








2.5 Proses terjadinya Kesukuan Indonesia

Jika dilihat berdasarkan letak geografisnya, Indonesia adalah negara kepulauan yang terpisahkan oleh lautan luas. Kondisi ini menjadikan setiap pulau mengembangkan budayanya sendiri-sendiri. Akibatnya, Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang majemuk, dihuni oleh ratusan kelompok suku serta kaya akan bahasa dan kebudayaan daerah. Secara umum, keragaman Indonesia ditandai oleh kemajemukan suku bangsa dan bahasa (sekitar 250 dialek), agama (Buddha, Hindu, Islam, Katolik, Konghucu, Protestan, dan lain-lain), kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa (sekitar 400 aliran), sistem hukum (nasional, agama, adat, sistem kekerabatan), serta sistem perkawinan (monogami dan poligami). Kesemua ini melukiskan kekayaan Indonesia yang tidak ternilai harganya.

Keanekaragaman dan kemajemukan ini tidak lepas dari perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Lantas, bagaimanakah keragaman suku bangsa Indonesia terbentuk? Tentunya proses ini tidak berjalan secara sederhana, namun melalui proses yang panjang.

Mulanya penghuni pertama Indonesia sekitar 500.000 tahun yang lalu bernama Pithecanthropus erectus ditemukan di Pulau Jawa dekat Sungai Bengawan Solo. Selanjutnya, tahun 1891 dan 1892 di Desa Trinil ditemukan Homo soloensis. Homo soloensis dengan karakteristik yang mirip dengan masyarakat Austromelanosoid telah menjelajah ke barat (Sumatra) dan timur (Papua). Selama penjelajahan tentunya mereka memengaruhinya dan terpengaruhi oleh daerah sekitarnya.

Pada masa 3000–500 Sebelum Masehi, Indonesia telah dihuni oleh penduduk migran submongoloid dari Asia yang di kemudian hari menikah dengan penduduk Indigenous. Pada 1000 Sebelum Masehi pernikahan silang masih terjadi dengan penduduk migrant Indo-Arian dari Asia Selatan, subsuku ini dari India. Alhasil, masuknya para pendatang dari India dan menyebarkan agama Hindu ke seluruh kepulauan.

Pada abad XIII, pedagang muslim dari Gujarat dan Persia mulai mengunjungi Indonesia melakukan perdagangan. Bersamaan dengan berdagang, penduduk Gujarat dan Arab melakukan penyebaran agama Islam ke wilayah sekitar. Selanjutnya di tahun 1511, Portugis tiba di Indonesia. Awalnya kedatangan Portugis bertujuan untuk mencari rempah, namun lambat laun mereka juga menyebarkan agama Kristen. Serentetan perjalanan sejarah ini menghasilkan lebih dari lima puluh kelompok suku bangsa di Indonesia tersebar dari Sabang sampai Merauke yang terdiri atas suku Jawa, Sunda, Minangkabau, Bugis, Batak, Bali, Ambon, Dayak, Sasak, Aceh, dan lain-lain.








2.6 asal-usul kesukuan di Indonesia
Semua manusia berasal dari Nabi Adam, meski ada juga sebagian orang yang mempertanyakan Adakah Manusia Sebelum Adam?Seperti yang kita ketahui manusia di dunia ini berbeda-beda baik dalam hal suku bangsa, bahasa dan warna kulit ada yang bule, kuning, hitam dan sebagainya. Hal ini berdasarkan dalil dalam QS. Al Hujurat ayat 13,

“ Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal ”

Juga ada yang mengatakan karena proses evolusi atau adaptasi manusia itu sendiri terhadap daerah atau tempat dimana mereka tinggal.Namun tahukah anda? Bahwa Allah SWT menciptakan manusia menjadi berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, menurut teori ilmu tarikh yaitu berawal dari Nabi Nuh.
1.       Bangsa Eropa dan Rusia dilahirkan dari putra Nabi Nuh yang bernama Yafidz Bangsa Mongolia merupakan keturanan dari Maguwg. Maguwg sendiri merupakan putra dari Yafidz bin Nuh
2.       Bangsa Cina dilahirkan dari Al-Shin (Al-Shiniyyun). Al-Shin adalah putra Maguwg bin Yafidz bin Nuh
3.       Bangsa Afrika dari Ham bin Nuh
4.       Bangsa Arab dari Jurhum bin Yaqthan bin Abir bin Syalikh bin Irfahsyad bin Sam bin Nuh
5.       Bangsa Parsi dari putra Fars bin Lawud bin Sam bin Nuh

Sam bin Nuh melahirkan bangsa dan bahasa Arab, yang saat ini secara garis besar terbagi tiga :

1.       ‘Arab al-Ba-idah, yaitu bangsa Arab yang sudah punah (Perished Arabs). Mereka dihancurkan oleh Allah karena kemaksiatan mereka, seperti Kaum ‘Ad, Kaum Tsamud, Kaum Najran. (Baca Muchtar Adam:Kehancuran Satu Bangsa).
2.       ‘Arab ‘Aribah, Arab asli (Pure Arabs). Inilah Arab Qahthani karena mereka kaum yang pertama menggunakan bahasa Arab.
3.       ‘Arab Musta’ribah, yang dianggap Arab (Arabized Arabs) yaitu turunan Nabi Ismail yang disebut Bani Adnan, dimana Rasulullah SAW termasuk suku ini.

Sedangkan untuk bangsa Indonesia ada dua teori yang terpadu. Teori pertama, Indonesia berasal dari Shin (Cina). Teori kedua, Indonesia berasal langsung dari Maguwg (Mongolia). Kedua teori ini terpadu karena Shin adalah putra Maguwg dan Maguwg putra Yafidz bin Nuh. Jadi Indonesia ada pertemuan antara Eropa, Mongolia dan Cina pada Yafidz bin Nuh. Alhasil Indonesia berbeda dengan Arab dari Sam bin Nuh dan Afrika dari Ham bin Nuh, namun tetap berpusat dari Nabi Nuh.
Ciri Mongolia yang jelas, yaitu bisa dilihat dari bayi atau anak kecil yang di ekornya ada biru-biru



                 BAB III
                                                                        KESIMPULAN


A.     Kesimpulan

Berdasarkan uraian–uraian dari bab–bab sebelumnya maka penulis mengambil kesimpulan yaitu bahwa suku bangsa dilahirkan dari berbagai macam zaman nabi Sedangkan untuk bangsa Indonesia ada dua teori yang terpadu. Teori pertama, Indonesia berasal dari Shin (Cina). Teori kedua, Indonesia berasal langsung dari Maguwg (Mongolia). Kedua teori ini terpadu karena Shin adalah putra Maguwg dan Maguwg putra Yafidz bin Nuh. Jadi Indonesia ada pertemuan antara Eropa, Mongolia dan Cina pada Yafidz bin Nuh. Alhasil Indonesia berbeda dengan Arab dari Sam bin Nuh dan Afrika dari Ham bin Nuh, namun tetap berpusat dari Nabi Nuh.

B.     Daftar Pustaka

1.       PRAM, 2013. Suku Bangsa Dunia dan Kebudayaannya. Jakarta : CIF
2.       Tim elex kids, 2007. Buku Aktivitas Disney : Suku Bangsa. Jakarta :Elex Medi Komputindo.
3.       Madjid, Nurcholis. 2004. Indonesia Kita. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar