MAKALAH ILMU SOSIAL DASAR
“ Egosentris
Kesukuan di Indonesia ”
Disusun oleh
:
Nama :
Nico
Wijaya
NPM : 15315050
Kelas : 1TA07
Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan
S1 - Jurusan Teknik
Sipil
Dosen
: Bpk. EMILIANSHAH BANOWO
Universitas Gunadarma
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia yang tiada henti-hentinya sehingga penulis masih diberi kesempatan untuk dapat menyelesaikan makalah Ilmu Budaya Dasar tentang pentingnya “ Egosentris Kesukuan di Indonesia ” sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Shalawat serta salam kita senantiasa curahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat.
Dalam makalah ini, penyusun mencoba memaparkan bagaimana pentingnya peran
keikutsertaan Univeristas Gunadarma dalam pelestariaan budaya. Dan kita sebagai
Mahasiswa yang berada dalam lingkungan Universitas Gunadarma harus dapat ikut
serta dalam upaya untuk melestarikan nilai-nilai budaya bangsa. Dengan demikian
maka kebudayaan bangsa indonesia akan lebih kuat lagi , bukan hanya di mata
bangsa sendiri tetapi di mata dunia.
Makalah ini mungkin masih banyak
kekurangan baik dari segi tulisan maupun materi. Untuk itu, saran dan kritik
yang bersifat membangun senantiasa penyusun terima dengan hati terbuka. Semoga
tulisan dari makalah ini dapat memberikan manfaat kepada pembacanya.
Akhir kata penyusun mengucapkan terima kasih
kepada segenap rekan semua yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Semoga Allah SWT senantiasa memberkahi kita semua.
DAFTAR
ISI
Pernyataan………..................................................................
i
Kata
Pengantar………….......................................................
ii
Daftar Isi….............................................................................
iii
Bab 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang...................................................................... 1
1.2 Tujuan...................................................................................
2
Bab 2 Pembahasan
2.1
Pengertian kesukuan bangsa
…………………………………… 3
2.2 Konsep
terbentuknya asal mula Kesukuan di Indonesia ………. 4
2.3 Ciri – Ciri Kesukuan Di Indonesia
………….............................. 5
2.4 Suku Bangsa
di Indonesia dal perspekif sejarah ……………….
6
2.5 Proses terjadinya Kesukuan Indonesia …………………………10
2.6 Asal-usul
kesukuan di Indonesia………………………………. 11
Bab 3 Kesimpulan
2.Saran
………....................................................................
12
Bab
I
Pendahuluan
1.
Latar
Belakang
Indonesia
adalah negara yang kaya akan sumber daya alam dan memiliki keberagaman suku,agama,ras,budaya
dan bahasa daerah. Indonesia meliliki lebih dari 300 suku bangsa. Dimana setiap
suku bangsa memiliki kebudayaan yang berbeda-beda antara satu dengan yang
lain.asuku bangsa merupakan bagian dari suatu negara. Dalam setiap suku bangsa
terdapat kebudayaan yang berbeda-beda.selain itu masing-masing suku bangsa juga
memiliki norma sosial yang mengikat masyarakat di dalamnya agar ta’at dan
melakukan segala yang tertera didalamnya. Setiap suku bangsa di indonesia
memiliki norma-norma sosial yang berbeda-beda. Dalam hal cara pandang terhadap
suatu masalah atau tingkah laku memiliki perbedaan. Ketika terjadi pertentangan
antar individu atau masyarakat yang berlatar belakang suku bangsa yang
berbeda,mereka akan mengelompok menurut asal-usul daerah dan suku bangsanya
(primodialisme). Itu menyebabkan pertentangan\ketidakseimbangan dalam suatu
negara(disintegrasi).Secara umum, kompleksitas masyarakat majemuk tidak hanya
ditandai oleh perbedaan-perbedaan horisontal, seperti yang lazim kita jumpai pada
perbedaan suku, ras, bahasa, adat-istiadat, dan agama. Namun, juga terdapat
perbedaan vertikal, berupa capaian yang diperoleh melalui prestasi
(achievement). Indikasi perbedaan-perbedaan tersebut tampak dalam strata sosial
ekonomi, posisi politik, tingkat pendidikan, kualitas pekerjaan dan kondisi
permukiman.
Sedangkan
perbedaan horisontal diterima sebagai warisan, yang diketahui kemudian bukan
faktor utama dalam insiden kerusuhan sosial yang melibatkan antarsuku. Suku
tertentu bukan dilahirkan untuk memusuhi suku lainnya. Bahkan tidak pernah
terungkap dalam doktrin ajaran mana pun di Indonesia yang secara absolut
menanamkan permusuhan etnik.
Sementara itu, dari perbedaan-perbedaan vertikal, terdapat beberapa hal yang berpotensi sebagai sumber konflik, antara lain perebutan sumberdaya, alat-alat produksi dan akses ekonomi lainnya. Selain itu juga benturan-benturan kepentingan kekuasaan, politik dan ideologi, serta perluasan batas-batas identitas sosial budaya dari sekelompok etnik. Untuk menghindari diperlukan adanya konsolidasi antar masyarakat yang mengalami perbedaan. Tetapi tidak semua bisa teratasi hanya dengan hal tersebut. Untuk menuju integritas nasional yaitu keseimbangan antar suku bangsa diperlukan toleransi antar masyarakat yang berbeda asal-usul kedaerahan. Selain itu faktor sejarah lah yang mempersatukan ratusan suku bangsa ini. Mereka merasa mempunyai nasib dan kenyataan yang sama di masa lalu. Kita mempunyai semboyan Bhineka Tunggal Ika. Yaitu walaupun memiliki banyak perbedaan,tetapi memiliki tujuan hidup yang sama. Selain itu, Atas uraian-uraian tersebut kami mempunyai ide untuk membuat makalah yang berjudul Dalam hal ini kami ingin menguak sisi positif dalam memulai usaha di bidang perbukuan.
Sementara itu, dari perbedaan-perbedaan vertikal, terdapat beberapa hal yang berpotensi sebagai sumber konflik, antara lain perebutan sumberdaya, alat-alat produksi dan akses ekonomi lainnya. Selain itu juga benturan-benturan kepentingan kekuasaan, politik dan ideologi, serta perluasan batas-batas identitas sosial budaya dari sekelompok etnik. Untuk menghindari diperlukan adanya konsolidasi antar masyarakat yang mengalami perbedaan. Tetapi tidak semua bisa teratasi hanya dengan hal tersebut. Untuk menuju integritas nasional yaitu keseimbangan antar suku bangsa diperlukan toleransi antar masyarakat yang berbeda asal-usul kedaerahan. Selain itu faktor sejarah lah yang mempersatukan ratusan suku bangsa ini. Mereka merasa mempunyai nasib dan kenyataan yang sama di masa lalu. Kita mempunyai semboyan Bhineka Tunggal Ika. Yaitu walaupun memiliki banyak perbedaan,tetapi memiliki tujuan hidup yang sama. Selain itu, Atas uraian-uraian tersebut kami mempunyai ide untuk membuat makalah yang berjudul Dalam hal ini kami ingin menguak sisi positif dalam memulai usaha di bidang perbukuan.
1
2.
Rumusan Masalah
A. Bagaimana proses terjadinya
keragaman kesukuan bangsa Indonesia ?
B.
Apa pengertian kesukuan bangsa ?
C.
Apa saja
ciri-ciri suku bangsa ?
3. Tujuan
1. Memenuhi tugas
mata kuliah ilmu social dasar
2. Untuk
mengetahui asal-usul kesukuan di Indonesia .
3. Memberikan
pemahaman tentang asal mula suku bangsa.
4. Untuk
mengetahui konsep terbentuknya asal mula suku bangsa.
5. Untuk
mengetahui ciri-ciri kesukuan di Indonesia .
6. Untuk
mengetahui kesukuan di Indonesia dalam perspektif sejarah.
7. Untuk
mengetahui Proses terjadinya
keragaman kesukuan Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2. 1. pengertian
kesukuan bangsa
Suku bangsa atau kelompok etnik adalah suatu
golongan manusia yang anggota-anggotanya mengidentifikasikan dirinya
dengan sesamanya, biasanya berdasarkan garis
keturunan yang dianggap sama.Identitas suku ditandai oleh
pengakuan dari orang lain akan ciri khas kelompok tersebut seperti
kesamaan budaya, bahasa, agama, perilaku,
dan ciri-ciri biologis.
Menurut pertemuan
internasional tentang tantangan-tantangan dalam mengukur dunia etnis pada tahun
1992, "Etnisitas adalah sebuah faktor fundamental dalam kehidupan manusia. Ini adalah sebuah gejala yang
terkandung dalam pengalaman manusia" meskipun definisi ini seringkali
mudah diubah-ubah.Yang lain, seperti antropolog Fredrik
Barth dan Eric
Wolf, menganggap
etnisitas sebagai hasil interaksi, dan bukan sifat-sifat hakiki sebuah
kelompok. Proses-proses yang melahirkan identifikasi seperti itu disebut etnogenesis. Secara keseluruhan, para
anggota dari sebuah kelompok suku bangsa mengklaim kesinambungan budaya melintasi
waktu, meskipun para sejarawan dan antropolog telah mendokumentasikan
bahwa banyak dari nilai-nilai, praktik-praktik, dan norma-norma yang dianggap
menunjukkan kesinambungan dengan masa lalu itu pada dasarnya adalah temuan yang
relatif baru.
Pengertian
suku bangsa dengan simpel adalah kelompok
spesifik yang mempunyai kesamaan latar belakang. Selanjutnya diterangkan bahwa pengertian
suku bangsa, atau kelompok etnik adalah
perkumpulan orang yang mempunyai latar belakang budaya, bahasa, rutinitas,
style hidup, dan ciri-ciri fisik yang sama. Masing-masing mereka
mengidentifikasikan diri pada satu dengan yang lain.Eksistensi satu suku akan
diakui bila telah memperoleh pengakuan dari masyarakat yang ada di luar suku
itu sendiri. Proses terciptanya sesuatu suku dinamakan etnogenesis. Sistem
pengaturan yang dianut oleh sebagian besar suku bangsa di indonesia adalah
sistem menurut garis keturunan bapak, ibu, atau apalagi keduanya.
Pokok perhatian dari
suatu deskripsi etnografi adalah kebudayaan-kebudayaan dengan corak khas
seperti itu, istilah etnografi untuk suatu kebudayaan dengan corak khas adalah
“suku bangsa” (dalam bahasa inggris disebut athnic
group dan bila diterjemahkan secara
harfiah “kelompok etnik”). Namun di sini digunakan istilah “suku bangsa” saja
karena sifat kesatuan dari suku bangsa bukan “kelompok”, melainkan “golongan”.
Suku
bangsa menurut Barth (Dahrum Usman dalam topcities.com/etnokonflik.htm)
adalah sebuah pengorganisasian social mengenai jatidiri yang askriptif dimana
anggota suku bangsa mengaku sebagai anggota suatu suku
bangsa karena dilahirkan oleh orang tua dari suku bangsa tertentu atau
dilahirkan dari daerah tertentu. Menurut Koentjaraningrat, suku bangsa adalah
kelompok manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas kesatuan kebudayaan
sedangkan kesadaran dan identitas tadi seringkali dikuatkan oleh kesatuan
bahasa.
2.
2. Konsep terbentuknya asal mula
Kesukuan di Indonesia
Setiap
kebudayaan yang hidup dalam suatu masyarakat baik berwujud sebagai komunitas
desa, kota, sebagai kekerabatan, atau kelompok adat yang lain, bisa menampilkan
suatu corak khas yang terutama terlihat oleh orang di luar warga masyarakat
bersangkutan. Seorang warga dari suatu kebudayaan yang telah hidup dari hari ke
hari di dalam lingkungan kebudayaannya biasanya tidak melihat lagi corak khas
itu. Sebaliknya, terhadap kebudayaannya biasanya tidak terlihat corak khasnya,
terutama mengenai unsur-unsur yang berbeda mencolok dengan kebudayaan sendiri.
Corak khas
dari suatu kebudayaan bisa tampil karena kebudayaan fisik dengan bentuk khusus,
atau karena di antara pranata-pranatanya ada fisik dengan bentuk khusus, atau
dapat juga karena warganya menganut suatu tema budaya khusus. Sebaliknya, corak
khas tadi juga dapat disebabkan karena adanya kompleks unsur-unsur yang lebih
besar. Berdasarkan atas corak khusus tadi, suatu kebudayaan dapat dibedakan
dari kebudayaan.
Konsep yang
tercakup dalam istilah “suku bangsa” adalah suatu golongan manusia yang terikat
oleh kesadaran dan identitas akan “kesatuan kebudayaan”, sedangkan kesadaran
dan identitas tadi sering kali (tetapi tidak selalu) dikuatkan oleh kesatuan
bahasa juga. Jadi, “kesatuan kebudayaan” bukan suatu hal yang ditentukan oleh
orang luar (misalnya oleh seorang ahli antropologi, ahli kebudayaan, atau
lainnya, dengan metode analisis ilmiah), melainkan oleh warga kebudayaan
bersangkutan itu sendiri. Dengan demikian, kebudayaan Sunda merupakan suatu
kesatuan, bukan karena ada peneliti-peneliti yang secara etnografi telah
menetukan bahwa kebudayaan Sunda itu suatu kebudayaan tersendiri yang berada
dari kebudayaan Jawa, Banten, atau Bali, melainkan karena orang Sunda sendiri
sadar bahwa kebudayaan Sunda mempunyai kepribadian dan identitas khusus,
berbeda dengan kebudayaan-kebudayaan tetangganya itu. Apalagi adanya bahasa
Sunda yang berbeda dengan bahasa Jawa atau Bali lebih mempertinggi kesadaran
akan kepribadian khusus tadi.
Dalam kenyataan, konsep “suku bangsa “
lebih kompleks daripada yang terurai di atas. Ini disebabkan karena dalam
kenyataan, batas dari kebudayaan itu dapat meluas atau menyempit, tergantung
pada keadaan. Misalnya, penduduk Pulau Flores di Nusa Tenggara tersendiri dari
beberapa suku bangsa yang khusus, dan menurut kesadaran orang flores itu
sendiri, yaitu orang Manggarai, Ngada, Sikka, Riung, Nage-Keo, Ende, dan
Laratuka. Kepribadian khas dari tiap suku bangsa tersebut dikuatkan pula oleh
bahasa-bahasa khusus yaitu bahasa Manggarai, bahasa Ngada, bahasa Sikka, bahasa
Ende dan sebagainya, yang jelas berbeda dan tidak dimengerti yang lain.
Walaupun demikian, kalau orang flores dari berbagai suku bangsa itu tadi berada
di jakarta misalnya, dimana mereka harus hidup berkonfrontasi dengan golongan
atau kelompok lain lebih besar dalam kekejaman perjuangan hidup di suatu kota
besar, mereka akan merasa bersatu sebagai Putra Flores, dan tidak sebagai orang
Sikka, orang Ngada, atau orang Laratuka. Demikian pula penduduk Irian Jaya yang
di Irian Jaya yang di irian jaya sendiri sebenarnya merasakan diri orang
Sentani, orang Marindanim, orang Serui, orang Kapauku, orang Moni dan
sebagainya, akan merasa diri mereka sebagai Putra Irian Jaya apabila mereka ke
luar dari Irian Jaya. Dalam penggolongan politik atau administratif di tingkat
nasional tentu lebih praktis memakai penggolongan suku bangsa secara terakhir
tadi, yang sifatnya lebih luas dan lebih kasar, tetapi dalam analisis ilmiah
secara antropologi kita sebaiknya memakai konsep suku bangsa dalam arti
sempit.Mengenai pemaikaian suku bangsa sebaiknya selalu memakainya secara
lengkap, dan agar tidak hanya mempergunakan istilah singkata “suku” saja.
Deskripsi mengenai kebudayaan suatu
bangsa biasanya merupakan idi dari sebuah karangan etnografi. Namun karena ada
suku bangsa yang besar sekali, terdiri dari berjuta-juta penduduk (seperti suku
bangsa Sunda), maka ahli antropologi yang membuat sebuah karangan etnografi
sudah tentu tidak dapat mencakup keseluruhan dari suku bangsa besar itu dalam
deskripsinya. Umumnya ia hanya melukiskan sebagian dari kebudayaan suku bangsa
itu. Etnografi tentang kebudayaan Sunda misalnya hanya akan terbatas pada
kebudayaan Sunda dalam suatu daerah logat Sunda yang tertentu, kebudayaan sunda
dalam suatu kebupaten tertentu, kebudayaan sunda di pegungungan atau kebudayaan
Sunda di pantai, atau kebudayaan Sunda dalam suatu lapisan sosial tertentu dan
sebagainya.
A. Sistem
garis keturunan
Sistem garis keturunan bapak biasa disebut
patrilineal, layaknya yang terjadi pada suku Batak di sumatera utara. Untuk
sistem ketentuan yang menarik garis keturunan dari pihak ibu atau wanita
disebut matrilineal, suku yang berpedoman sistem tersebut adalah suku Minang,
yang ada di sumatera barat. Adapun
untuk sistem ketentuan dari kedua belah pihak kelihatannya adalah sistem yang
sangat banyak dianut oleh suku-suku yang ada di indonesia, di antaranya adalah
suku Jawa.
Jumlah suku bangsa yang ada di Indonesia amatlah
banyak. Total keseluruhan meraih beberapa ratus suku bangsa. Suku bangsa
tersebut tersebar di seluruh Indonesia. Masing-masing suku bangsa menawarkan
lebih dari satu kekhasannya, layaknya keeksotisan yang dimiliki oleh suku
bangsa Indonesia yang ada di tempat timur Indonesia.
B. Percampuran suku bangsa
Keanekaragaman suku bangsa di Indonesia makin lengkap sebab adanya lebih
dari satu pencampuran ras dan etnis asli suku bangsa Indonesia dengan beraneka
suku bangsa di negara lain.
Umpamanya saja pencampuran pada masyarakat asli suku bangsa Indonesia
dengan suku bangsa Tionghoa, atau pencampuran masyarakat asli suku bangsa
Indonesia dengan masyarakat dataran Eropa. Pencampuran dua suku bangsa tersebut
sesudah itu menyebabkan lebih dari satu istilah baru, layaknya istilah “orang
indo”.
Suku bangsa yang memiliki jumlah penduduk sangat banyak di indonesia ada
di pulau Jawa. Layaknya suku bangsa Jawa dan Sunda. Perbedaan pada suku bangsa
yang ada di Indonesia justru lebih mengeratkan jalinan diantara masyarakatnya.
2.3 Ciri – Ciri Kesukuan Di Indonesia
Gejala sosial yang tidak terlihat secara nyata di dalam kehidupan
sehari-hari tetapi yang mendasar dan mendalam di dalam kehidupan masyarakat
Indonesia dapat dilihat melalui suku bangsa. Melalui suku bangsa inilah sebuah
prinsip yang dikembangkan anggotanya mempunyai kekuatan social yang tidak bisa
ditawar ataupun dibendung.Suku bangsa adalah golongan sosial yang
dibedakan dari golongan sosial lainnya karena mempunyai ciri-ciri paling
mendasar dan umum berkaitan dengan asal usul dan tempat asal serta
kebudayaannya.
Adapun ciri-ciri
suku bangsa adalah:
a.
Secara tertutup berkembang biak dalam kelompoknya.
Memiliki nilai-nilai dasar yang terwujud
dan tercermin dalam kebudayaan.
Mewujudkan arena komunikasi dan
interaksi.
Mempunyai anggota yang mengenali dirinya
serta dikenal oleh orang lain sebagai bagian dari satu kategori yang dibedakan
dengan yang lain.
Etika seseorang yang
menjadi bagian dari suku bangsa tertentu mengadakan interaksi maka
akan nampak adanya simbol-simbol atau karakter khusus yang digunakan untuk
mengekspresikan perilakunya sesuai dengan karakteristik suku bangsanya.
Misalnya, ciri-ciri fisik atau rasial, gerakan-gerakan tubuh atau muka,
ungkapan-ungkapan kebudayaan, nilai-nilai budaya serta keyakinan keagamaan.
Seseorang yang dilahirkan dalam keluarga suatu suku bangsa maka sejak
dilahirkannya mau tidak mau harus hidup dengan berpedoman pada kebudayaan suku
bangsanya sebagaimana yang digunakan oleh orangtua dan keluarganya dalam
merawat dan mendidiknya sehingga menjadi manusia sesuai dengan konsepsi
kebudayaannya tersebut.Menurut R Narol (Budhisantosa dalam
www.pk.ut.ac.id/jsi/Ibuhdi.htm), kriteria untuk menetukan suatu bangsa adalah
adanya kesatuan masyarakat seperti:
a.
Daerahnya dibatasi oleh satu desa atau lebih.
b. Daerahnya
dibatasi oleh batas-batas tertentu secara politis dan administratif.
c.
Batas daerahnya ditentukan oleh rasa identitas
penduduknya sendiri.
d. Warganya
memiliki satu bahasa atau satu logat bahasa.
e.
Penduduknya menempati suatu wilayah geografis
tertentu.
f.
Keadaan daerahnya ditentukan oleh kesatuan ekologi.
g. Anggota-anggotanya
mempunyai pengalaman sejarah yang sama.
h. Frekuensi
interaksi sesama anggota masyarakatnya tinggi.
i.
Susunan sosialnya seragam.
2.4 Suku Bangsa
di Indonesia dal perspekif sejarah
Indonesia
adalah sebuah masyarakat bangsa yang terdiri dari berbagai etnik dengan
kekayaan budayanya yang beragam. Terbentuknya bangsa Indonesia melalui sebuah
proses dari perjuangan panjang dalam membebaskan diri dari penjajahan, proses
tersebut tidak terhenti ketika bentuk negara diproklamirkan sebagai Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada tanggal 17 Agustus 1945. Para pendiri
bangsa ini juga menyadari bahwa terbentuknya sebuah negara bangsa atau
nation-state yang diberi nama Indonesia itu dibangun di atas keanekaragaman.
Bangsa
Indonesia yang terbentuk dari keragaman budaya dan berlandaskan prinsip
persatuan dan kesatuan. Sejumlah kelompok etnik bergabung dan menyatukan diri
untuk membentuk suatu negara dan bangsa kesatuan. Semangat nasionalisme
didasari atas gagasan persatuan, penghargaan terhadap ikatan-ikatan primordial
dianggap sebagai sesuatu yang perlu dan positif, karena ikatan itu memberikan
rasa berakar dalam kebudayaannya sendiri yang pada gilirannya sebagai akar
budaya bersama.
Keanekaragaman
kebudayaan Indonesia itu disebabkan oleh sifat kenusantaraan negara Indonesia
yang memisahkan suku-suku bangsa secara geografis, sehingga mengalami
pertumbuhan yang berbeda-beda dimana setiap suku bangsa membentuk identitas
budayanya sendiri-sendiri. Keanekaragaman budaya juga disebabkan oleh pengaruh
kebudayaan luar yang secara bergelombang memasuki wilayah nusantara yang
terletak di lalu lintas dunia yang strategis. Keanekaragaman tersebut pada satu
sisi merupakan faktor positif yang mengandung kekayaan potensi kultural
sehingga dapat dimanfaatkan sebagai potensi pembangunan, namun disisi lain juga
dapat menjadi faktor yang menghambat pembangunan dengan potensi
konfliknya.
Pada
saat munculnya semangat kebangsaan, maka menguatlah keinginan untuk menggunakan
nama pengenal bagi identitas kebangsaan yang sedang tumbuh. Maka nama
“Indonesia” yang sudah cukup lama tersimpan dalam khasanah antropologi (James
Richarson Logan dari Inggris tahun 1850 dan Adolf Bastian dari Jerman tahun
1884), mulai sering muncul dalam wacana kaum nasionalis. Dalam makna
politisnya, para pelajar dan mahasiswa di Negeri Belanda yang berasal dari
kawasan Nusantara ini pada tahun 1917 menggunakan nama “Indonesia” untuk
organisasi mereka “ Indonesisch Verbond van Studerenden”. Ketika diasingkan di Negeri
Belanda, Ki Hajar Dewantara pada tahun 1918 di Den Haag mendirikan “Indonesisch
Perbureu” (Kantor Berita Indonesia). Nama Indonesia untuk bangsa muda yang
sedang dibangun dengan penuh semangat itu digunakan Bung Hatta di Negeri
Belanda dalam pledoinya “ Indonesia Merdeka” (Indonesie Vrij) bulan Maret 1928.
Kemudian dikukuhkan dalam salah satu peristiwa yang amat menentukan bagi
sejarah kita yaitu Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928. Dikobarkan lagi oleh Bung
Karno dalam Pidato “ Indonesia Menggugat” (Indonesie Klag An), tahun 1930
(Nurcholis Madjid, 2004 : 35).
Indonesia
merupakan hasil rumusan bersama atau dialog para pelajar/mahasiswa atau
orang-orang cerdas, terdidik dan tercerahkan (Anhar Gonggong : 2007).Sebagai
sebuah ikatan kebangsaan, entitas Indonesia tidak pernah ada sebelumnya dan
baru muncul pada abad ke-20, serta mencapai puncaknya ketika sebuah bangsa dan
negara baru diproklamirkan pada tahun 1945. Sejak saat itu semua penduduk yang
ada di bekas wilayah Hindia Belanda itu kemudian menyebut diri mereka, atau
disebut sebagai bangsa Indonesia. Secara perlahan-lahan baik melalui proses
alami maupun produk dari rekayasa sosial-politik, Indonesia tidak lagi hanya
dipahami sebagai identitas politis melainkan telah berkembang juga sebagai
identitas sosiologis dan kultural.
Pada
hakikatnya faktor utama keberhasilan integrasi
nasional tahun 1950 adalah karena kesamaan
tujuan, yaitu membebaskan diri dari penjajahan
dan kesamaan cita-cita untuk membangun masyarakat
baru yang lebih sejahtera. Untuk itu semua
suku dan golongan bersedia menyatukan
persamaan-persamaan dan melupakan perbedaan-perbedaar.
Dengan
kata lain faktor tunggal ika lebih
dikedepankan daripada faktor bhinneka. Ketika
integrasi
nasional tercapai dan bang 53 Indonesia
akan membangun masyarakat baru; terjadi
persaingan antara kekuatan-kekuatan persatuan
(tunggal ika) yang berhadapari dengan
kekuatan-kekuatan perbedaan (bhinneka). Artinya, kepentingan
bangsa sebagai keseluruhan, yang diwakili
pemerintah Pusat, berhadapan dengan kepentingan
subbangsa didaerah, dengan kekhususan dan
identitas masing-masing.
Semuanya
beraneka ragam, namun hakekatnya satu jua, sebab tidak ada jalan kebaktian atau
kebaikan yang mendua tujuan “Bhineka Tunggal Ika, Tan Hana Dharma Mangroa”.
Walaupun begitu, perbedaan relatif tidak mungkin dihapuskan, dan perpaduan pola
budaya pesisir dan pedalaman itu tetap mempengaruhi bangsa Indonesia secara
keseluruhan.
Negara-bangsa
adalah negara untuk seluruh umat, yang didirikan berdasarkan kesepakatan
bersama yang menghasilkan kontraktual dan transaksional terbuka antara
pihak-pihak yang mengadakan kesepakatan tersebut. Tujuan negara-bangsa adalah
mewujudkan maslahat umum (dalam pandangan negara disebut salaf padanan
pengertian dari general welfare) suatu konsep tentang kebaikan yang meliputi
seluruh warga negara tanpa kecuali (Nurcholis Madjid, 2004 : 42-43). Sedangkan
menurut Benedict Anderson, bangsa adalah merupakan suatu “komunitas terbayang”.
Para anggota bangsa terkecil sekalipun tidak bakal tahu dan takkan kenal
sebagian besar anggota yang lain, tidak akan bertatap muka dengan mereka. Hal
terpenting dalam tetap berdirinya sebuah bangsa adalah adanya perasaan
kebersamaan dan persaudaraan sebagai anggota komunitas bangsa tersebut
(Benedict Anderson, 2001 : 8).
Demikian
juga bangsa Indonesia yang dibangun di atas perbedaan karena para warga
bangsanya mendiami berbagai pulau yang dipisahkan baik besar maupun kecil.
Hubungan antar pulau selalu tidak mudah sehingga masing-masing pulau sedikit
banyak terisolasi satu dengan yang lainnya, hal tersebut mendorong tumbuhnya
ciri-ciri kesukuan, kebahasaan dan kebudayaan yang berbeda-beda. Bahkan dalam pulau
besarpun pola kesukuan dan kebudayaan yang berbeda-beda terdorong muncul dengan
sifat khas masing-masing menurut lingkungannya.
Keanekaragaman
budayadalam suatu bangsa itu dari satu sisi adalah kekayaan, tetapi dari sisi
lain adalah kerawanan. Sebagai kekayaan, keanekaragaman budaya dapat
dibandingkan dengan keanekaragaman nabati. Keanekaragaman itu dapat menjadi
sumber pengembangan budaya hibrida yang kaya dan tangguh , melalui penyuburan
silang budaya (cros-cultural fertilization). Berbagai bentuk penyuburan silang
budaya telah terjadi, tetapi pada umumnya merupakan hal-hal ‘kebetulan” sebagai
akibat sampingan interaksi perdagangan regional yang ditunjang oleh kekuasaan
politik. Peranan kekuasaan – kekuasaan besar seperti Sriwijaya, Majapahit dan
Aceh penting sekali dalam proses penyuburan silang budaya di Nusantara.
Pengaruh silang itu dapat dikenali pada adanya unsur-unsur kosmopolit dan
universal dalam banyak segi budaya umum kawasan nusantara.
Sebagai
kerawanan, keanekaragaman budaya melemahkan kohesi antar suku dan pulau. Karena
itu wilayah nusantara akan rentan terhadap penaklukan dan penjajahan dari luar.
Usaha penguatan kohesi beberapa bagian atau seluruh Nusantara melalui penyatuan
dalam kekuasaan politik tunggal pernah beberapa kali terjadi seperti oleh
kerajaan-kerajaan Sriwijaya, Majapahit dan Aceh. Tetapi usaha–usaha itu
menghasilkan suatu penyatuan wilayah yang tidak persis sama dengan wilayah
Indonesia modern sekarang. Di satu sisi hasil penyatuan itu lebih kecil
daripada Indonesia sekarang, karena tidak mencakup seluruh wilayah dari Sabang
sampai Merauke. Disisi lain, hasil penyatuan itu lebih besar daipada wilayah Indonesia
sekarang ini, karena mencakup pula wilayah-wilayah di luar lingkungan
Sabang-Merauke, seperti Semenanjung Melayu, Kalimantan Utara, Mindanao, bahkan
sampai ke pulau Formusa dan Madagaskar.
Sejumlah
kecil orang India, Arab, dan Tionghoa telah datang dan menghuni beberapa tempat
di Nusantara sejak
dahulu kala pada zaman kerajaan kuno. Akan tetapi gelombang imigrasi semakin
pesat pada masa kolonial. (Wikipedia : website) Terbentuklah kelompok suku
bangsa pendatang yang terutama tinggal di perkotaan dan terbentuk pada masa
kolonial Hindia Belanda, yaitu digolongkan dalam kelompok Timur Asing; seperti
keturunan Tionghoa, Arab, dan India; serta golongan Orang
Indo atau Eurasia yaitu percampuran
Indonesia dan Eropa. Warga keturunan Indo kolonial semakin berkurang di
Indonesia akibat Perang
Dunia II dan Revolusi Kemerdekaan Indonesia.
Kebanyakan beremigrasi atau repatriasi ke luar negeri seperti ke Belanda atau
negara lain.
Negara
kemudian cenderung memaksakan hegemoni tertentu yang diambil dari etnik atau
etnik-etnik tertentu sebagai sebuah nilai tunggal yang harus dipatuhi oleh
kelompok dan komunitas lain atas bangsa. Kelompok dan komunitas lain mersakan
diri sebagai minoritas atau kelompok yang tertindas. Sebagai reaksi, kelompok
atau komunitas ini menuntut kesetaraan politik, pembagian keuntungan ekonomi
dan hak yang lebih besar, atau bahkan negara yang terpisah dan bangsa yang
merdeka, akibatnya konflik identitas tidak dapat dihindari.
Pada
masa Orde Baru ada kecenderungan seperti di atas, hal tersebut dapat dilihat
suatu keinginan kuat untuk menyeragamkan kehidupan nasional, khususnya bidang
politik dan pemerintahan. Sistem-sistem pemerintahan daerah berangsur-angsur
digiring untuk menerapkan sistem yang seragam dengan mengikuti model etnik
tertentu dalam hal ini yang ada di Jawa. Ditambah dengan tipisnya kadar
keadilan dalam pembagian kembali kekayaan nasional, khususnya kekayaan yang
datang dari daerah bersangkutan, pergolakan daerah mudah sekali berkembang
menjadi perlawanan untuk memisahkan diri (sparatisme) dan itu sangat mengganggu
integritas Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sentralisasi kekuasaan yang
didukung oleh militer demi stabilitas yang berlebihan telah menumbuhkan bibit-bibit
disintegrasi bangsa dan erosi kesadaran nasional sehingga muncul kasus-kasus
pergolakan daerah seperti di Aceh, Maluku, Papua dan Riau. Gejala itu merupakan
ancaman pada kedaulatan dan memicu maraknya krisis nasional yang
multidimensional.
Berkenaan
dengan hal di atas, tindakan yang terbaik ialah kembali memahami dan konsisten
terhadap semangat motto negara kita, Bhineka Tunggal Ika. Karena itu kita harus
menghargai pola-pola budaya daerah dan mengakui hak masing-masing untuk
mengembangkan budaya mereka. Kita harus menerima kebhinekaan sebagai kekayaan,
dan serentak dengan itu kita memelihara keekaan berdasarkan kepentingan bersama
secara nasional. Kita harus memandang budaya daerah sejalan dengan nilai-nilai
kemanusiaan sebagai perwujudan kearifan lokal yang harus dijaga keutuhan dan
kelestariannya. Dalam hal ini, tidak satupun budaya daerah yang terkecualikan.
Semuanya itu merupakan inti dari semangat sebenarnya ungkapan Bhineka Tunggal
Ika Tan Hana Dharma Mangroa, budaya-budaya daerah harus ditempatkan dengan
penuh penghargaan begitu rupa sehingga tetap memperoleh pengakuan yang sah
sebagai bentuk–bentuk kearifan lokal yang memperkaya budaya dan kearifan
nasional. Hal tersebut sesuai dengan paham Multikulturalisme yaitu sebuah
pemahaman, penghargaan dan penilaian atas budaya seseorang, serta sebuah
penghormatan tentang budaya orang atau etnis lain.
Dalam
perspektif sejarah, bangsa Indonesia dibangun atas kebersamaan dan kesadaran
diantara bagian-bagian yang berbeda atau terpisah-pisah ke dalam suatu kesatuan
, dari loyalitas regional, etnis, bahasa, budaya, dan religius. Keanekaragaman
tersebut pada masa lalu telah diungkapkan dengan sesanti “Bhineka Tunggal Ika”
hal tersebut dimaksudkan sebagai pengakuan positif kepada keanekaragaman yang
ada. Kesuksesan Indonesia sebagai “bangsa” dalam pengertian keberhasilannya
muncul diantara bangsa-bangsa di dunia didahului dengan perjuangan yang sangat
panjang dan membutuhkan pengorbanan. Perjuangan panjang tersebut mencapai
puncaknya ketika bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaan pada tanggal 17
Agustus 1945, namun perjuangan tersebut tidak berhenti sampai disitu. Tantangan
dan ancaman terus ada didepan kita, mulai dari krisis ekonomi, konflik,
sparatisme yang semuanya itu mengancam kedaulatan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Indonesia
dibangun di atas berbagai keanekaragaman, dalam keaneka ragaman budaya dari
satu sisi merupakan sebuah kekayaan manakala bisa saling memahami dan saling
menghargai sebagaimana paham multikulturalisme yaitu sebuah penghormatan dan
keingintahuan tentang budaya orang lain. Sebagai sebuah kerawanan,
keanekaragaman budaya melemahkan kohesi antar suku dan pulau. Kecenderungan
kuat untuk melakukan penyeragaman dengan implikasi pemaksaan dari atas justru
menimbulkan perasaan tidak puas dari daerah terhadap pusat, hal tersebut bisa
menimbulkan berbagai konflik , kerusuhan maupun sparatisme.
2.5 Proses terjadinya Kesukuan Indonesia
Jika dilihat
berdasarkan letak geografisnya, Indonesia adalah negara kepulauan yang
terpisahkan oleh lautan luas. Kondisi ini menjadikan setiap pulau mengembangkan
budayanya sendiri-sendiri. Akibatnya, Indonesia merupakan salah satu negara di
dunia yang majemuk, dihuni oleh ratusan kelompok suku serta kaya akan bahasa
dan kebudayaan daerah. Secara umum, keragaman Indonesia ditandai oleh
kemajemukan suku bangsa dan bahasa (sekitar 250 dialek), agama (Buddha, Hindu,
Islam, Katolik, Konghucu, Protestan, dan lain-lain), kepercayaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa (sekitar 400 aliran), sistem hukum (nasional, agama, adat, sistem
kekerabatan), serta sistem perkawinan (monogami dan poligami). Kesemua ini
melukiskan kekayaan Indonesia yang tidak ternilai harganya.
Keanekaragaman
dan kemajemukan ini tidak lepas dari perjalanan sejarah bangsa Indonesia.
Lantas, bagaimanakah keragaman suku bangsa Indonesia terbentuk? Tentunya proses
ini tidak berjalan secara sederhana, namun melalui proses yang panjang.
Mulanya penghuni
pertama Indonesia sekitar 500.000 tahun yang lalu bernama Pithecanthropus
erectus ditemukan di Pulau Jawa dekat Sungai Bengawan Solo. Selanjutnya, tahun
1891 dan 1892 di Desa Trinil ditemukan Homo soloensis. Homo soloensis dengan
karakteristik yang mirip dengan masyarakat Austromelanosoid telah menjelajah ke
barat (Sumatra) dan timur (Papua). Selama penjelajahan tentunya mereka
memengaruhinya dan terpengaruhi oleh daerah sekitarnya.
Pada masa
3000–500 Sebelum Masehi, Indonesia telah dihuni oleh penduduk migran
submongoloid dari Asia yang di kemudian hari menikah dengan penduduk
Indigenous. Pada 1000 Sebelum Masehi pernikahan silang masih terjadi dengan
penduduk migrant Indo-Arian dari Asia Selatan, subsuku ini dari India. Alhasil,
masuknya para pendatang dari India dan menyebarkan agama Hindu ke seluruh
kepulauan.
Pada abad XIII,
pedagang muslim dari Gujarat dan Persia mulai mengunjungi Indonesia melakukan
perdagangan. Bersamaan dengan berdagang, penduduk Gujarat dan Arab melakukan
penyebaran agama Islam ke wilayah sekitar. Selanjutnya di tahun 1511, Portugis
tiba di Indonesia. Awalnya kedatangan Portugis bertujuan untuk mencari rempah,
namun lambat laun mereka juga menyebarkan agama Kristen. Serentetan perjalanan
sejarah ini menghasilkan lebih dari lima puluh kelompok suku bangsa di
Indonesia tersebar dari Sabang sampai Merauke yang terdiri atas suku Jawa,
Sunda, Minangkabau, Bugis, Batak, Bali, Ambon, Dayak, Sasak, Aceh, dan
lain-lain.
2.6 asal-usul kesukuan di Indonesia
Semua manusia berasal dari Nabi Adam, meski ada juga
sebagian orang yang mempertanyakan Adakah Manusia
Sebelum Adam?Seperti
yang kita ketahui manusia di dunia ini berbeda-beda baik dalam hal suku bangsa,
bahasa dan warna kulit ada yang bule, kuning, hitam dan sebagainya. Hal ini
berdasarkan dalil dalam QS. Al Hujurat ayat 13,
“ Hai manusia,
sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan
dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal ”
Juga ada yang mengatakan karena
proses evolusi atau adaptasi manusia itu sendiri terhadap daerah atau tempat
dimana mereka tinggal.Namun tahukah anda? Bahwa Allah SWT menciptakan manusia
menjadi berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, menurut teori ilmu tarikh yaitu
berawal dari Nabi Nuh.
1.
Bangsa Eropa dan Rusia dilahirkan dari putra
Nabi Nuh yang bernama Yafidz Bangsa Mongolia merupakan keturanan dari Maguwg.
Maguwg sendiri merupakan putra dari Yafidz bin Nuh
2.
Bangsa Cina dilahirkan dari Al-Shin
(Al-Shiniyyun). Al-Shin adalah putra Maguwg bin Yafidz bin Nuh
3.
Bangsa Afrika dari Ham bin Nuh
4.
Bangsa Arab dari Jurhum bin Yaqthan bin Abir bin
Syalikh bin Irfahsyad bin Sam bin Nuh
5.
Bangsa Parsi dari putra Fars bin Lawud bin Sam
bin Nuh
Sam bin Nuh melahirkan bangsa dan bahasa Arab, yang saat
ini secara garis besar terbagi tiga :
1.
‘Arab al-Ba-idah, yaitu bangsa Arab yang sudah
punah (Perished Arabs). Mereka dihancurkan oleh Allah karena kemaksiatan
mereka, seperti Kaum ‘Ad, Kaum Tsamud, Kaum Najran. (Baca Muchtar Adam:Kehancuran
Satu Bangsa).
2.
‘Arab ‘Aribah, Arab asli (Pure Arabs). Inilah
Arab Qahthani karena mereka kaum yang pertama menggunakan bahasa Arab.
3.
‘Arab Musta’ribah, yang dianggap Arab (Arabized
Arabs) yaitu turunan Nabi Ismail yang disebut Bani Adnan, dimana Rasulullah SAW
termasuk suku ini.
Sedangkan untuk bangsa Indonesia
ada dua teori yang terpadu. Teori pertama, Indonesia berasal dari Shin (Cina).
Teori kedua, Indonesia berasal langsung dari Maguwg (Mongolia). Kedua teori ini
terpadu karena Shin adalah putra Maguwg dan Maguwg putra Yafidz bin Nuh. Jadi
Indonesia ada pertemuan antara Eropa, Mongolia dan Cina pada Yafidz bin Nuh.
Alhasil Indonesia berbeda dengan Arab dari Sam bin Nuh dan Afrika dari Ham bin
Nuh, namun tetap berpusat dari Nabi Nuh.
Ciri Mongolia yang
jelas, yaitu bisa dilihat dari bayi atau anak kecil yang di ekornya ada
biru-biru
BAB III
KESIMPULAN
A.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian–uraian dari bab–bab sebelumnya maka penulis mengambil
kesimpulan yaitu bahwa suku bangsa dilahirkan dari berbagai macam zaman nabi Sedangkan untuk bangsa Indonesia ada dua
teori yang terpadu. Teori pertama, Indonesia berasal dari Shin (Cina).
Teori kedua, Indonesia berasal langsung dari Maguwg (Mongolia). Kedua teori ini
terpadu karena Shin adalah putra Maguwg dan Maguwg putra Yafidz bin Nuh. Jadi
Indonesia ada pertemuan antara Eropa, Mongolia dan Cina pada Yafidz bin Nuh.
Alhasil Indonesia berbeda dengan Arab dari Sam bin Nuh dan Afrika dari Ham bin
Nuh, namun tetap berpusat dari Nabi Nuh.
B. Daftar
Pustaka
1. PRAM,
2013. Suku Bangsa Dunia dan Kebudayaannya. Jakarta : CIF
2. Tim
elex kids, 2007. Buku Aktivitas Disney : Suku Bangsa. Jakarta :Elex Medi
Komputindo.
3. Madjid,
Nurcholis. 2004. Indonesia Kita. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar